Vanessa-Mae, Duta Musik Klasik Untuk Dunia Pop
Vanessa-Mae
MASA kecilnya telah 'terampas'. Ketika banyak gadis cilik asyik bermain dengan bonekanya,
Vanessa-Mae Nicholson harus belajar menjepit sesuatu dengan dagunya. Siang dan malam, dia
menjaga benda itu dekat dengan lehernya agar tidak sampai jatuh.
Benda itu tidak lain adalah viol. Sejak usdia 11 tahun, dia sudah ditempah untuk menjadi seorang
violis profesional, diperkenalkan dengan karya-karya adiluhung dari Mozart, Tchaikovsky dan
Beethoven.
Sekarang usianya 18 tahun. Pada usia yang belia itu, dia telah sukses menjual jutaan compact
disc-nya. Dengan violnya dia berkeliling dunia. Wanita cantik blasteran setengah Cina setengah
Thailand ini, telah membuat viol menjadi musik kontemporer yang mengasyikkan.
Kehebatannya itu tak membuat naluri mudanya terhanyut oleh aliran musik klasik. Dia tetap tampil
trendy, mengenakan merek mahal mulai dari sepatu hingga baju. Vanessa-Mae Nicholson bicara
bahasa Inggris dalam aksen British. Dia anak tunggal dan orangtuanya bekerja sebagai pengacara.
Duta Besar
Wanita muda cantik itu sering dijuluki sebagai duta besar dunia 'berdebu' musik klasik ke dunia
musik pop yang gemerlapan. Lahir di Singapura pada tanggal yang sama dengan idolanya Paganini.
Pada usia empat tahun dia sudah pindah ke London, kemudian memutuskan memilih viol tidak
sekadar sebagai hobi.
"Guru-guru saya kagum luar biasa melihat kemajuan saya dalam menggesek viol. Lalu, mereka
memberitahukan orangtua saya tentang bakat musik yang menjanjikan itu. Lantas mereka
menganjurkan saya untuk menekuni itu dengan lebih serius lagi," tutur Vanessa-Mae Nicholson.
Tampaknya, alat musik tersebut telah merasuki jiwa anak gadis itu. "Saya mempunyai hubungan
istimewa dengan viol saya karena, sejak dari kanak-kanak saya sudah begitu tertarik pada instrumen
yang sangat pendek dan sempurna itu. Pas benar untuk diletakkan di bawah dagu. Viol se-perti
boneka atau binatang kesayangan," paparnya.
Ketika bertumbuh menjadi dewasa, Vanessa-Mae Nicholson mulai yakin, alat ini bisa menyanyi
seperti suara manusdia. Dibandingkan dengan instrumen musik lainnya, menurut-nya, alat ini banyak
kesamaannya dengan suara manusia.
Ketika mulai terpesona, dia menghabiskan waktunya bersama violnya, mencurahkan seluruh
perhatdiannya ke sana dan mulai belajar disiplin. Belajar menjadi pemusik profesional dengan penuh
kesabaran selama bertahun-tahun.
Hampir tidak ada waktunya untuk berhura-hura seperti yang dilakukan oleh teman-teman
sepantarnya. Nyaris seluruh waktunya diisi dengan berbagai kegiatan bermusik.
Selamat Tinggal
Malah gara-gara musik itu pula, dia mengucapkan "selamat tinggal" untuk sekolahnya dan sebagai
gantinya dia membayar sejumlah tutor. Tahun lalu dia berkelana di 33 negara untuk mempromosikan
album musik popnya The Violin Player. Antara lain dia memainkan kamposisi Classical Gas
dengan biola elektriknya.
Tahun ini, dia menghentakkan 60 kota di berbagai negara di dunia. Ketika break di London, dia
menghabiskan waktunya untuk merekam album terbarunya The Clasiccal Album yang berisi karya
komponis besar Bach, Brahms dan Beethoven.
Apakah dengan doveosi yang luar biasa pada viol telah membuat masa kanak-kanak dan remajanya
'dirampok'? Menyikapi pertanyaan ini, Vanessa-Mae dengan bijak mengatakan, "Saya selalu
dibolehkan untuk membuat sesuau yang menyenangkan diri saya sendiri. Jadi, saya tidak merasa
masa kecil saya dirampok. Tak seorang pun yang telah memaksa saya melakukan ini. Orangtua saya
selalu mengatakan, 'Ini harus kamu kerjakan dengan serius. Kamu wajib menjadi manusdia yang tahu
bertanggung jawab'. Itulah yang saya pelajari pada masa kecil." Tidak ada lain yang menarik
perhatiannya selain bermain biola.
From: SUARA PEMBARUAN NEWS
|